BIOAKUMULASI ION LOGAM KADMIUM OLEH FITOPLANKTON
LAUT TETRASELMIS CHUII DAN CHAETOCEROS CALCITRAUS
Oleh
M. Sjahrul* dan Arifin**
ABSTRAK
Walaupun pemanfaatan fitoplankton laut Tetraselmis chuii dan Chaetoceros calcitrans telah banyak
dilaporkan, namun kaitan pemanfaatannya sebagai fiforemidiator pada perairan laut yang telah tercemar logam kadmium
masih sangat kurang. Oleh sebab itu, peelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh konsentrasi Cd2+ ,waktu interaksi, pH medium pertumbuhan
dan kaitannya dengan proses bioakumulasi Cd2+ pada gugus fungsi
dalam fitoplankton. Metode pengumpulan dan analisis data dilakukan terhadap 1).
Laju pertumbuhan, jumlah sel fitoplankton dan kandungan khlorofil-a, 2) Konsentrasi Cd2+
dalam fitoplankton pada berbagai waktu interaksi, dan pH medium pertumbuhan dan
3) Spektrum infra merah biomassa fitoplankton sebelum dan sesudah interaksi
dengan Cd2+. Penambahan Cd2+ pada medium T. chuii dapat menurunkan pertumbuhan
dankandungan khlorofil-a, tetapi pada medium C.calcitrans terjadi peningkatan pertumbuhan dan kandungan
khlorofil-a. Akumulasi Cd2+ optimal terjadi selama 15 menit pada pH
8,0 sebesar 13,46 mg Cd2+ per gram biomassa T.chuii dan 1055,27 mg Cd2+ per gram biomassa C. calcitrans. Gugus fungsi dalam T.chuii dijumpai –OH, CN, S=O, N-O, S-S,
dan M-S dan dalam C.calcitrans adalah
–OH, C=O, S-S, MS dan C=C.
Kata Kunci : Bioakumulasi, Kadmium,
Tetraselmis chuii dan Chaetoceros calcitrans
-------------------------------------------------
* Jurusan Kimia, Fakultas MIPA Universitas Hasanuddin,
Makassar
** FKIP, Universitas
Haluoleo, Kendari
ABSTRACT
The
use of the marine phytoplankton, Tetraselmi chuii and Chaetoceros calcitrans
have already been reported. The relationships of the usefulness as
phytoremidiator on cadmium polluted marine are not yet well understood.
Therefore, this study was conducted to evaluate the influence of Cd2+
addition on fitoplankton medium towards the growth, interacting time, pH medium
that could accumunlate Cd2+ in the function groups involved in the
bioaccumulation prosess of Cd2+ by phytoplankton. The method of the
analysis and the data collectionwas carried out on (1) the growth acceleration,
the number of phytoplankton cells, and the chlorophyl-a content; (2) the Cd2+
content in phytoplankton on various interacting time, and pH medium; and (3)
the infra-red spectrum of phytoplankton biomass before and after the
interaction with Cd2+. The addition of Cd2+ on T. chuui
medium can decrease the growth and content of chlorophyll-a, while the addition
of Cd2+ on C. Calcitrans medium can increase the growth and content
of chlorophyl-a. The phytoplankton can
accumulate Cd2+ in the pH8 in the interacting time of 15 minutes
with the optimal accumulating ability of 13.46 and 1, 055.27 mg Cd2+ per
gram of T. chuii and C. Calcitrans biomasses successively. The function groups
of T. Chuii involved in the bioaccumulation process of Cd2+ are-OH,
CN, S=O, N-O, S-S and M-S, while on C. Calcitrans, the function groups are-OH,
C=0, S-S, M-S and C=C.
Key Words : Bioaccumulation, Kadmium,
Tetraselmis chuii, and Chaetocer calcitrans.
PENDAHULUAN
Fitoplankton laut jenis Tetracelmis chuii dan Chaetoceros calcitrans berturut-turu
mempunyai ukuran
7-12 mm dan 6-8 mm. Dalam upaya pemanfaatan fitoplankton
sebagai fitoremendiator pencemaran logam besat di perairan laut, maka studi
toksisitas, kemampuan akumulasi dan identifikasi gugus fungsi potensial yang
berperan dalam bioakumulasi logam oleh fitoplankton dari kelas dinoflagelata
dan diatom perlu diselidiki. Dalam penelitian ini, akan dipelajari cadmium
sebagai obyek penelitian karena logam ini tidak diperlukan dalam proses
pertumbuhan makhluk hidup; dan tergolong sebagai logam beracun. Tetraselmis chuii dan Chaetoceros calcitrans berturut-turut
mewakili fitoplankton kelas dinoglagellata dan diatom yang digunakan sebagai
fitoremediator ion logam Cd2+
(Doshi dan Kothari, 2007).
Tetraselmis chuii termasuk
plankton hijau, mempunyai sifat selalu bergerak
berbentuk oval elips, mempunyai empat buah flagella pada ujung depannya
yang berukran 0,75-1,2 kali panjang badan; dan berukuran 10 x 6 x 5 mm (Collantes et al 2006). Menurut Falkowski (2007) sel-sel Tetraselmis chuii berupa sel tunggal
yang berdiri sendiri. Ukurannya 7-12 mm, berkholorofil sehingga warnanya hijau
cerah. (Ho, 2003) Pigmen penyusunnya terdiri dari khlorofil, memiliki flagella
sehingga dapat bergerak seperti hewan. Pigmen khlorofil Tetraselmis chuii terdiri dari dua macam yaitu karotin dan xantofil.
Inti sel jelas dan berukuran kecil serta dinding sel mengandung bahan sellulosa
dan pektosa. (Reinfelder, 2000).
Chaetoceros calcitrans. Jenis ini
dijumpai di air laut baik sebagai Chaetoceros calcitrans maupun Chaetoceros
gracilis; merupakan sel tunggal dan dapat membentuk rantai menggunakan duri
yang saling berhubungan dari sel yang berdekatan. Tubuh utama terbentuknya
seperti petri dish. Jika dilihat dari samping
1
2
organisme ini benbentuk persegi dengan
panjang 12 – 14 mm dan lebar 15-17 mm, dengan duri yang menonjol dari
bagian pojok. Dapat membentuk rantai sebanyak 10-20 sel dan mencapai panjang
200 mm.
Chaetoceros calcitrans termasuk kelas Bacillariophyceae, berwarna kuning
kecoklatan dan tanpa bergerak ( Robert P., 2003).
Wang et al., (2001) melaporkan bahwa
fitoplankton lebih efisien dalam mengikat ion logam berat dibanding bakteri
atau jamur. Hal ini kemungkinan karena proses yang dilakukan dengan
fitoplankton hidup berhubungan dengan fotosintesis dan aktivitas metabolic
(Baryla, etal-(2001) dan Inthorn (2001).
Fitoplankton memiliki toleransi tinggi
terhadap konsentrasi tinggi ion logam berat. Keberadaan ion logam berat dalam
medium fitoplankton, menyebabkan terjadinya adaptasi fisiologis berupa
tanggapan peptide spesifik pengikat logam misalnya fitokhelatin (Mercado etal
2009)
Cadmium akan mengalami proses
biotransformasi dan bioakumulasi dalam organisme hidup (tumbuhan, hewan dan
manusia) (Lannelli, et. al., 2002) Logam
ini masuk ke dalam tubuh bersama makanan yang dikonsumsi dan telah
terkontaminasi oleh cadmium. Dalam tubuh biora perairan jumlah logam yang
terakumulasi akan terus mengalami peningkatan dengan adanya proses
biomagnifikasi di badan perairan (Abe,
2001). Logam akan terakumulasi pada tumbuhan setelah membentuk kompleks
dengan unsur senyawa lain, salah satunya fitokhelatin yang tersusun dari
beberapa asam amino seperti sistein dan glisin. Fitokhelortin berfungsi
membentuk kompleks dengan logam berat dalam tumbuhan dan berfungsi sebagai
detoksifikasi tumbuhan terhadap logam berat. (Kawakami etal., 2006) Jika tumbuhan tidak bias mensintesis
fitokhelatin menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan berujung
3
pada kematian. Kadar tertinggi
fitokhelatin ditemukan pada tumbuhan yang toleran terhadap logam berat (Schutzendubel
etal (2001), Hirata et al (2001) dan Schat etal (2002).
Umumnya bahan-bahan kimia pencemar
menyerang sisi aktif enzim sehingga mengurangi fungsi enzim (Sampel, 2006). Ion-ion logam berat
seperti Hg, Pb, dan Cd memainkan peranan sebagai penghambat enzim yang efektif.
Mereka mempunyai daya tarik menarik ligan-ligan yang mengandung sulfur seperti
S-S dan -SH dalam asam-asam amino
metionin dan sistein yang merupakan bagian struktur enzim (Burcu, 2006).
Gin
et al (2001)
mengungkapkan bahwa kebanyakan organisme dalam merespon terhadap pengaruh bahan
beracun logam berat dengan cara mensisntesis protein-protein pengkhelat-logam.
Molekul-molekul kecil utama dalam tanaman, algae, dan jamur dirujuk sebagai
peptida-peptida kaya sistein disebut fitokhelatin (Grill et,al., 1985). Molekul-molekul tersebt mempunyai struktur
umum (g-Glu-Cys)n-Gly)
dimana n dapat berkisar 2-11 bergantung pada spesies darimana peptide diisolasi
dan kondisi induksinya
dengan struktur primer sebagai seperti diperhatikan pada Gambar I :
Gambar 1. Stuktur primer fitokhelatin
(Kazumata Hirata et al, 2005)
4
Fitokhelatin disintesis dari suatu turunan
tripeptida (glutation) yang tersusu dari glutamat, sistein, dan glisin.
Glutation ada dalam seluruh sel, sering dalam tingkatan yang tinggi (Schat et al, 2002). Jika dalam
lingkungannya termediasi oleh ion-ion logam; maka glutation akan membentuk
peptide pengkhelat logam, fitokhelatin. Fitokhelatin ini akan mengikat ion
logam membentuk fitokhelatin-M yang selanjutnya akan diteruskan ke vakuola.
Fitoplankton Tetraselmis chuii dan Chaetoceros
calcitrans merupakan biota bersel tunggal dan seluruh permukaannya dilapisi
oleh kulit sel, sehingga masuknya ion logam cadmium ke dalam sel fitoplankton
diawali dengan penyerapan bidang permukaan sel (adsorpsi) (Xยต et. al., 2008). Pada tahap ini, proses
berlangsung secara pasip sampai seluruh permukaan sel telah jenuh dengan ion
logam. Ketika ion logam berada pada membran sel, akan berinteraksi dengan
berbagai molekul yang terdapat pada membran sel. Reaksi yang kemungkinan terjadi
adalah :
2
R-H + M2+ R2M +
2H+ ………………………(1)
Dengan RH adalah molekul organik dan M
adalah logam Pada persamaan reaksi (1), kedudukan atom H akan diganti oleh ion
logam M, sehingga selain menurunkan pH, juga terbentuk molekul kompleks yang
berisfat asam-basa lemah (Morel,2005).
MATERI
DAN METODE
Tempat Dan Bahan Penelitian
·
Tempat Penelitian :
- Laboratorium
Kimia Anorganik Devisi Bioremidiasi Logam Berat Jurusan KImia FMIPA
Universitas Hasanuddin.
- Laboratorium
Ecology and Physiology of Plant
Faculty of Earth and Life Sciences Vrije Universiteit Amsterdam.
·
Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam peneliitan
ini adalah sebagai berikut :
a. Bibit fitoplankton Tetraselmis chuii dan Chaetoceros
Calcitrans diambil dari kultur murni Balai Penelitian Perikanan dan
Kelautan Maros, Sulawesi Selatan.
b. Bahan-bahan kmia yang digunakan semua
berkualitas analitik (analytical grade) meliputi : NaC1; MgSO4.7H2O;
KNO3; KHPO4; CaC12.2H2O, H3BO3;
ZnSO4 7H20; MnSO4,4H2O; CuSO4.5H20;
C0CI2.6H20; (NH4)6 M07O245H2O;
NaFeEDTA; NaSiO39H2O; thiamine HCI; biotine; vitamin B12;
CdCI2; saringan Whatman GF/A dan aquades.
·
Prosedur Kerja
Pola
Pertumbuhan Fitoplankton dalam Medium KUltur Arschat
Bibit
murtni fitoplankton Tetraselmis chuii dan
Chaetoceros caltitrans dikultur dalam
gelas Erlenmeyer 500 mL dengan menggunakan medium Arshat. Penerangan lampu Neon
80 watt diberikan secara terus menerus, gas
CO2 dari
5
6
aerator pompa udara,suhu antara 20 -220C,
pH medium .
Untuk
mengetahui pola pertumbuhan fitoplankton, dilakukan penghitungan jumlah sel per
millimeter medium setiap hari. Sampel diambil dengan pipet tetes steril,
diteteskan sekitar 0,1-0,5 mL pada Haemocytometer,
kemudian diamati melalui mikroskop ( Seafdec, 1985).
Pengeruh
Ion Kadmium pada Pertumbuhan Fitoplankton
Pengamatan
pengaruh ion cadmium pada pertumbuhan fitoplankton pada fitoplankton Tetraselmis chuii dan Chaetoceros calcitrans dilakukan dengan
cara mengkultur fitoplankton dalam medium tercemar ion logam cadmium pada
konsentrasi 0 – 5 ppm.
Laju
Pertumbuhan dan Persentasi Hambatan Pertumbuhan Fitoplankton yang Terpapar Ion
Kadmium.
Penentuan
laju pertumbuhan spesifik untuk setiap variasi konsentrasi dihitung dengan
menggunakan persamaan (2); sedang untuk menentukan persentasi hambatan
pertumbuhan, (Prosen Growth Inhibition, PGI)
pada fitoplankton Tetraselmis chuii
dan Chaetoceros calcitrans untuk
setiap perlakuan konsentrasi dilakukan menggunakan persamaan (3) berikut :
=
Nt = kepadatan
sel pada saat t (set/mL)
N0 = kepadatan
sel pada saat awal (sel/mL)
m = Laju pertumbuhan spesifik; dan t adalah waktu
(hari). (Doshi et al, 2007)
7
PGI =
Nt = Presentase
hambatan pertumbuhan
mi = Tetapan laju pertumbuhan spesifik ke-i
m0 = Tetapan laju pertumbuhan spesifik control
Kandungan Khlorofil-a pada fitoplankton
yang Ditumbuhkan pada Medium Terpapar Ion Kadmium
Untuk
mendukung data pertumbuhan fitoplankton dalam kondisi terpapar ion cadmium,
dilakukan penentuan kandungan
khlorofi-a dengan metode spektorfotometri yang dikembangkan oleh Parson et al.,
(1984).
Uji Toksisitas Ion Kadmium pada
FItoplankton Tetraselmis chuii
Pengamatan
toksisitas ion cadmium terhadap pertumbuhan fitoplankton dilakkan dnegan
mengkultur pada kondisi oprimum dengan volume kultur 1000 mL. Parameter uji meliputi uji (i) Non Effect Concentration (NEC), yakni
menentukan konsentrasi cadmium yang tidak mempengaruhi pertumbuhan fitopnakton;
(ii) Moximum Tolerable Concentration (MTC),
yakni menentukan konsentrasi maksimum cadmium yang dapat ditolerir oleh
fitoplankton; dan Effect Concentration
50% (EC50), yakni menentukan konsentrasi cadmium yang
menyebabkan penurunan laju pertumbuhan sebesar 50% relative terhadap blanko.
Waktu Interaksi Proses Bioakumulasi Ion
Kadmium oleh FItoplankton
Waktu
interaksi dilakukan dengan waktu berturut-turut 5, 10, 15, 30, 45, 60, dan 120
menit. Penentuan jumlah cadmium terakumulasi oleh setiap fitoplankton
8
ditentukan dengan memperhitungkan selisih
antara konsentrasi kadmium awal dengan konsentrasi yang terkandung dalam
filtrate. Untuk mengetahui berat fitoplankton
yang digunakan saat interaksi, dalam wadah kultur yang sama diambil
sebanyal 24 mL medium fitoplankton control lalu disaring.
Data
hasil akumulasi yang diperoleh selanjutnya dievaluasi pada setiap interval
waktu untuk diperoleh interaksi pada saat kesetimbangan tercapai. Dengan
menggunaan persamaan (4) diperoleh harga q (mg Cd per gram berat kering).
q = Pengambilan
logam (mg logam g-1 biomassa)
V = Volume
larutan
[Maq]0 = Konsentrasi
awal logam pada larutran (mg L-1)
W = Berat
kering biomassa (g)
Persen
terakumulasi ion logam Cd2+ oleh T. Chuii
dan C. Calcitrans dihitung dengan menggunakan persamaan :
% M (akumulasi)
= ([Maq] 0 – [Maq]00 x 100%
…………………………….. (5)
[Maq]0
= konsentrasi awal ion logam Cd2+ (mgL-1)
[Maq]00
= Konsentrasi ion logam Cd2+ (mgL-1) saat kesetimbangan.
Identifikasi Gugus fungsi Potensial dan
Fitoplankton yang Berperan dalam Proses Bioakumulasi Kadium
Untuk
mengidentifikasi gugus fungsi potensial yang mengikat cadmium, dilakukan
serangkaian kultur fitoplankton uji, tanpa dan dengan paparan cadmium pada
kosentrasi 5 ppm. Setelah fitoplankton berumur 7 hari kemudian
9
dipanen
dan dikering bekukan, lalu digerus dan disaring dengan mesh maksimum 38 mm.
Seluruh biomassa sebelum dan sesudah pemaparan cadmium dianalisis secara
spektrofotometri infra Red (IR) untuk
dibandingkan daerah pergeseran serapannya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pola
pertumbuhan T. chuii pada medium Arschat tanpa penambahan ion logam Cd2+
(kontrol) mempunyai kurva pertumbuhan paling tinggi; dengan empat tahap
pertumbuhan yaitu : (i) tahap penyesuaian yakni mulai penanaman hingga hari ke-2;
(ii) tahap pertumbuhan cepat setelah hari ke-2 hingga hari ke-6 (iii) tahap
pertumbuhan optimum pada hari ke-6 dan (iv) tahap mulai terjadi kematian
setelah hari ke-6. Dapat diungkapkan bahwa penggunaan medium Arscat untuk mengkultur
fitoplankton laut T. chuii pada kepadatan awal 100.000 sel/mL dapat
meningkatkan kepadatannya sekitar 17 kalihanya dalam waktu 6 hari kultur.
Table 1. Tetapan laju pertumbuhan spesifik (m) T. chuii tanpa
dan dengan penambahan ion logam Cd2+ pada berbagai konsentrasi
[Cd2+]
(ppm)
|
m (hari-1) hari ke-
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
0,00
|
0,209
|
0,531
|
0,630
|
0,607
|
0,537
|
0,470
|
0,393
|
0,15
|
0,251
|
0,523
|
0,644
|
0,601
|
0,531
|
0,470
|
0,395
|
0,20
|
0,281
|
0,519
|
0,659
|
0,595
|
0,520
|
0,451
|
0387
|
0,25
|
0,125
|
0,504
|
0,654
|
0,601
|
0,527
|
0,450
|
0,375
|
0,50
|
0,103
|
0,490
|
0,620
|
0,601
|
0,522
|
0,450
|
0,378
|
1,00
|
0,000
|
0,468
|
0,596
|
0,535
|
0,501
|
0,431
|
0,354
|
5,00
|
-0,017
|
0,183
|
0,269
|
0,167
|
0,109
|
0,091
|
0,100
|
Pertumbuhan T. chuii pada medium kultur
yang ditambahkan ion logam Cd2+ 0,15 mg/L memperlihatkan grafik pola
pertumbuhan yang relatif sama dengan control. Semakin besar konsentrasi ion
logam Cd2+ yang ditambahkan semakin rendah grafik pola
pertumbuhannya. Fenomena ini membuktikan bahwa keberadaan ion logam Cd2+
dalam medium kultur T. chuii dapat menurunkan pertumbuhan fitoplankton seperti
yang ditunjukkan pada Table 1.
10
11
Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan
Lane (2005) bahwa pengaruh logam berat pada plankton bersel tunggal secara umum
berhubungan dengan penurunan jumlah sel dan berat kering.
Berdasarkan Tabel 1 secara umum untuk
semua perlakuan variasi konsentrasi ion logam Cd2+ menunjukkan bahwa
pertambahan waktu kultur menyebabkan peningkatan laju pertumbuhan spesifik
hingga hari ke-3, selanjutnya terjadi penurunan kecepatan laju pertumbuhan
spesifik. Hal ini karena ketersediaan nutrient yang cukup dalam medium untuk
pertumbuhan fitoplankton. Meskipun demikian, pengaruh racun ion logam Cd2+
yang semakin meningkat menyebabkan laju pertumbuhan spesifik T. chuii semakin
menurun. Hal ini terlihat pada hari ke-1 dengan perlakuan konsentrasi ion logam
Cd2+ dalam medium sebesar 1,00 ppm; menyebabkan pertumbuhan
fitoplankton tidak berjalan, bahkan pada penambahan 5 ppm ion logam Cd2+ dalam
medium menyebabkan sebagian sel mengalami kematian. Pada hari ke-2 hingga hari
ke-3 secara umum terjadi kenaikan laju pertumbuhan spesifik meskipun pada
kosentrasi 1,00 hingga 5 ppm ion logam Cd2+ mengalami peningkatan
laju spesifik yang sangat lambat.
Berdasarkan pada batas maksimum kandungan ion logam Cd2+
yang diperbolehkan di perairan sebesar 0,01 ppm, maka dapat dinyatakan bahwa
fitoplankton T. Chuii dapat tumbuh normal pada perairanlaut yang tercemar ion
logam Cd2+. Hal ini membuktikan bahwa T. chuii dapat dipertimbangkan
sebagai bioindikator perairan laut yang tercemat ion logam Cd2+. (Sunda et al, 2000).
Tingginya konsentrasi ion logam Cd2+
yang dapat ditolerir oleh T. chuii menunjukkan bahwa fitplankton berperan dalam
proses detoksifikasi ion logam Cd2+. Detoksifikasi ion logam Cd2+.
Oleh fitoplankton sedikitnya melibatkan dua langkah :
12
(i) pengaktifan fitokelatin sinthase (Pc
sinthase) (menggunakan glutation, GSH, sebagai substrat), yang terjadi sebagai
hasil peningkatan konsentrasi ion logam Cd2+. pada intraselular dan
(ii) pengomplekan dan inaktivasi ion logam Cd2+ untuk dimasukkan ke
sitosol oleh molekul fitokelatin.
Kandungan
Khlorofil-a pada T. Chuii yang ditumbuhkan pada medium yang ditambahkan Ion
logam Cd2+
Hasil pengukuran kandungang khlorofil-a pada fitoplankton
laut T. Chuii yang dikultur dalam medium Arschat yang mengandung ion logam Cd2+
pada berbagai tingkat konsentrasi dapat diliihat pada Gambar 2.
Berdasarkan Gambar 2, peningkatan konsentrasi ion
logam Cd2+ yang ditambahkan pada medium T. chuii menyebabkan
penurunan kandungan khlorofil-a. Hal ini sejalan dengan pendapat Inthorn (2001) yang bekerja dengan Chlorella ellipsoidea menemukan bahwa
pengaruh ion logam Cd2+ selain mengakibatkan menurunnya jumlah sel
dan berat kering juga menurunkan kandungan kholorofilnya.
Gambar 2 Pola penurunan kandungan
kholorofil-a pada T. Chuii akibat penambahan ion logam Cd2+ pada
medium pertumbuhannya.
13
Pola pertumbuhan fitiplankton C,
calcitrans pada medium Arschat tanpa penambahan ion logam Cd2+
mempunyai empat tahap pertumbuhan yaitu : (i) tahap penyesuaian mulai penanaman hingga hari ke-2; (ii) tahap
pertumbuhan cepat setelah hari ke-2 hingga hari ke-9; (iii) tahap pertumbuhan
optimum pada hari ke-9 dan (iv) tahap mulai terjadi kematian setelah hari ke-9.
Dapat diungkapkan bahwa penggunaan medium Arschat untuk mengkultur fitoplaktor
laut C. Calcitrans pada kepadatan awal 250.000 sel/mL dapat meningkatkan
kepadatang sekitar 7 kali hanya dalam waktu 9 hari kultur. Perhitungan laju
pertumbuhan spesifik (m) C. Calcitrans pada
medium yang ditambahkan ion logam Cd2+ ditunjukkan pada Tabel
2.
Table 2. Tetapan laju pertumbuhan spesifik (m) C. Calcitrans
tanpa dan dengan penambahan ion logam Cd2+ pada berbagai tingkat konsentrasi.
[Cd2+]
Ppm)
|
m (hari-1) hari ke-
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
0,00
|
0,39
|
0,077
|
0,236
|
0,184
|
0,208
|
0,185
|
0,174
|
0,161
|
0,164
|
0,155
|
0,125
|
0,67
|
0,150
|
0,255
|
0,223
|
0,237
|
0,205
|
0,190
|
0,168
|
0,178
|
0,154
|
0,25
|
0,25
|
0,193
|
0,282
|
0,257
|
0,258
|
0,230
|
0,210
|
0,193
|
0,185
|
0,162
|
0,50
|
0,19
|
0,217
|
0,305
|
0,300
|
0,275
|
0,243
|
0,212
|
0,188
|
0,169
|
0,137
|
1,00
|
0,26
|
0,279
|
0,327
|
0,307
|
0,268
|
0,266
|
0,247
|
0,223
|
0,218
|
0,194
|
2,00
|
0,30
|
0,241
|
0,263
|
0,275
|
0,267
|
0,238
|
0,219
|
0,201
|
0,204
|
0,187
|
4,00
|
0,17
|
0,153
|
0,223
|
0,238
|
0,254
|
0,223
|
0,210
|
0,189
|
0,199
|
0,175
|
5,00
|
0,15
|
0,129
|
0,183
|
0,206
|
0,220
|
0,196
|
0,190
|
0,182
|
0,186
|
0,175
|
Berdasarkan Tabel 2 secara umum untuk
semua perlakuan menunjukkan laju pertumbuhan C. Calcitrans yang semakin meningkat dengan meningkatnya jumlah
hari pemaparan hingga hari ke-3 kecuali untuk penambahan ion logam Cd2+
pada konsentrasi di atas 1 ppm dengan laju pertumbuhan tertinggi pada hari
ke-4. Hal yang menarik adalah bahwa penambahan konsentrasi ion logam Cd2+
dalam
14
medium kultur dengan peningkatan laju
pertumbuhan spesifik hingga pada konsentrasi ion logam Cd2+ sebesar
1 ppm; selanjutnya penambahan konsentrasi ion logam Cd2+ menyebabkan penurunan laju pertumbuhan
spesifik C. calcitrans.
Kandungan kholorfil-a pada C.
calcltrans yang ditumbuhkan pada Medium yang ditambahkan Ion logam Cd2+..
Uji kandungan
kholorofil-a pada kultur C calcitrans dengan penambahan ion logam Cd2+.
pada medium dilakukan pada saat kultur hari ke 5 dengan hasil kandungan khlorofil-a seperti disajikan pada
Gambar. 3
Gambar 3 Kandungan
kholorofil-a pada C. calcitrans pada medium yang mengandung ion logam Cd2+.
Pada berbagai konsentrasi awal
Berdasarkan Gambar
3 penambahan ion logam Cd2+ pada medium kultur C. calcitrans dapat
meningkatkan kandungan
khlorofil-a. Berdasarkan data : (a) jumlah sel permililiter medium setiap
variasi kosentrasi ion logam Cd2+ yang ditambahkan : (b) laju
pertumbuhan spesifik harian pada berbagai tingkat konsentrasi ion logam Cd2+ yang ditambahkan (Tabel 2);
dan (c) kandungan khorofil-a pada C. calcitrans
15
yang dikultur pada medium yang
mengandung ion logam Cd2+ pada berbagai tingkat kosentrasi (Gambar
3); dapat dinyatakan bahwa ion logam Cd2+ dapat menstimulasi
pertumbuhan fitoplankton diatom jenis C.
calcitrans. Hal ini dikarenakan ion logam Cd2+ yang terdapat
dalam medium dapat menggantikan ion logam Cd2+ yang terdapat dalam medium dapat menggantikan
ion logam Zn2+ untuk fungsi karbonik anhidrase.
Pengaruh waktu Interaksi logam Cd2+
pada T. chuii dan C. Calsitrans terhadap kemampuan Akumulasi Ion logam Cd2+.
Jumlah ion logam Cd2+ yang terakumulasi pada T. Chuii dan C.
calcintrans disajikan dalam gambar 4.
Gambar 4 Grafik pengaruh waktu terhadap akumulasi ion logam Cd2+
oleh Fitoplankton (A) T. chuii: (B)
C. calcitrans.
Berdasarkan Gambar 4A T. chuii mampu mengakumulasi ion logam
sekitar Cd2+ sekitar 0,889±0,007 mg Cd/g biomassa dengan waktu
akumulasi yang cepat
16
yakni 5 menit, dan setelah 10 menit
interaksi, penyerapan ion logam Cd2+ cenderung konstan sehingga
menit ke-120. Tingginya kemampuan akumulasi ion logam Cd2+ oleh T.
chuii dengan waktu interaksi yang relatif singkat menunjukkan bahwa
fitoplankton T. chuii sangat potensial untuk kelayakan suatu teknologi
fitoremediasi ion logam Cd2+. Keadaan ini dimungkinkan karena ukuran karena ukuran fitoplankton relatif kecil
(7-12 mm), sehingga mempunyai luas permukaan
yang besar untuk berinteraksi dengan ion logam. Luas permukaan bidang sentuhan
trsebut dapat mempercepat proses serapan antara ion logam Cd2+
dengan komponen kimia dalam fitoplankton.
Berdasarkan Gambar 4 B bahwa pada waktu interaksi 15-120
menit, C. calcitras mampu mengakumulasi ion logam Cd2+ dalam jumlah
besar mencapai sekitar 316.214±3,93
mg Cd per g biomassa. Fitoplankton jenis diatorm ini mempunyai kemampuan
akumulasi jauh di atas kemampuan akumulasi ion logam Cd2+ oleh
fitoplankton jenis dinoflagellata (T.
chuii). Perbedaan kecepatan dan kemampuan akumulasi ion logam Cd2+
pada T. chuii dan c, cacitrans tersebut
disebabkan karena komposisi penyusuna kedua sel fitoplankton tersebut berbeda.
Permukaan sel T. chuii mengandung selulosa dan glikpreotein sedangkan C. calcitrans permukaan selnya tersusun
dari silika.
Pengaruh
Konsentrasi Awal Ion Logam Cd2+ terhadap kemampuan Akumulasi Ion
logam Cd2+ pada Fitoplankton T. chuii dan C. Calcitrans
Jumlah ion logam Cd2+ yang terakumulasi oleh T. chuii dan C. calcitrans yang diinteraksikan selama 15 menit dengan variasi
konsentrasi awal ditunjukkan pada Gambar 5.
17
Gambar 5 Bioakumulasi ion logam Cd2+ oleh fitoplankton (A) T. Chuii dan (B) C. Calcitrans pada
berbagai tingkat konsentrasi awal.
Berdasarkan Gambar 5A, pola akumulasi ion logam Cd2+
pada fitoplankton T. chuii mengikuti
2 (dua) tahapan yaitu : (i) adsorpsi perlahan-lahan naik seiring dengan naiknya
konsentrasi ion logam Cd2+ yang ditambahkan. Setelah mencapai harga
akumulasi sekitar 0,5 mg kadmium per gram biomassa fitoplankton, penambaan ion
logam Cd2+ pada konsentrasi yang lebih besar relatif tidak dapat
menaikkan harga akumulasi secara berarti. Selanjutnya, (ii) pada penambahan ion
logam Cd2+ dengan konsentrasi awal yang diperbesar lagi, ternyata disertai dengan kemampuan akumulasi yang
demikian tinggi, mencapai harga 13,463
mg Cd per gram (berat kering) biomassa.
Jumlah ion logam Cd2+ yang
terakumulasi oleh fitoplankton C.
calcitrans yang dikultur selama 15 menit dengan variasi konsentrasi awal ion
logam Cd2+ diperlihatkan pada Gambar 5B. Berdasarkan Gambar 5B,
secara umum pola akumulasi ion logam Cd2+ oleh fitoplankton C. calcitrans yang dikultur pada medium
18
Arschat berisi ion logam Cd2+
adalah serupa dengan pola akumulasi oleh T.
chuii, yaitu melalui 2 (dua) tahap : (i) tahap proses pasif dan (ii) tahap
proses aktif. Pada proses pasif, penambahan ion logam Cd2+ pada
medium kultur diikuti dengan kenaikan kemampuan akumulasi hingga tercapai suatu
keadaan jenuh dengan nilai 460,1345±27,9252 mg Cd per gram fitoplankton.
Pada keadaa ini, penambahan konsentrasi ion logam Cd2+ pada medium
kultur relatif tidak memberikan kenaikan akumulasi secara berarti hingga
konsentrasi kesetimbangan mencapai 3,75 mg/L kadmium. Selanjutnya pada tahap
kedua penambahan ion logam Cd2+ dengan konsentrasi awal yang
diperbesar lagi, dapat meningkatkan kemampuan akumulasi oleh C. calcitrans hingga mencapai harga yang
sangat tinggi (1.055,286 mg Cd per gram fitoplankton) dibandingkan kemampuan
akumuasi ion logam Cd2+ oleh T.
chuii (13,463 mg Cd per gram fitoplankton).
Pengaruh
pH Medium terhadap Kemampuan Akumulasi Ion Logam Cd2+ pada T.chuii dan C.Calcitrans.
Penentuan kemampuan bioakumulasi ion
logam Cd2+ oleh T.chuii
dan C.calcitrans dengan variasi pH
medium 4,5,6,7,8 dan 9 diperoleh data seperti ditunjukkan pada Gambar 6
berikut.
19
Gambar 6. Pengaruh pH medium terhadap kemampuan akumulasi ion logam Cd2+
pada konsentrasi awal 0,25 ppm oleh T.chuii
dan C.calcitrans.
Berdasarkan Gambar 6, pola akumulasi ion logam Cd2+
oleh T.chuii dan C.calcitrans perlahan-lahan naik dengan naiknya pH medium yang
digunakan dan optimum pada pH = 8,0. Juga dapat diungkapkan bahwa fitoplankton T.chuii memberikan perubahan
kemampuan akumulasi ion logam Cd2+ yang relatif kecil terhadap
pengaruh pH medium, tidak seperti pada fitoplankton C.calcitrans, tetapi keduanya mempunyai kemampuan akumulasi ion logam
Cd2+ yang optimum pada pH 8,0.
Identifikasi
Gugus Fungsi pada T.chuii dan C. calcitrans yang terlibat dalam Proses
Bioakumulasi ion logam Cd2+
Berdasarkan analisis data pita serapan
yang muncul dari identifikasi infra merah pada T.chuii setelah ditambahkan ion logam Cd2+ pada kondisi
hidup dan pada kondisi mati berturut-turut terdapat sebanyak 20 dan 17 pita
serapan. Bilangan gelombang yang mengalami pergeseran terutama dari gugus
fungsi yang
20
mengandung atom S, O dan N yang kemungkinan
terbentuk ikatan Cd-S, S kompleks, N kompleks atau perubahan struktur O-H. Perbedaan antara
ikatan ion logam Cd2+ terhadap fitoplankton pada kondisi hidup dan
kondisi mati terutama dari intensitas pita serapannya. Jadi, gugus fungsi pada T.chuii yang kemungkinan terlibat dalam
bioakumulasi ion logam Cd2+ adalah : O-H, C-N, S=O, N-O, S-S, M-S
dan M-N.
Hasil analisis spektrum Infra Merah
(IR) untuk biomassa C.calcitrans
dapat memberikan petunjuk analisis beberapa gugus fungsi yang ada pada biomassa
C.calcitrans. Berdasarkan analisis
pita serapan yang muncul dari identifikasi Infra merah pada biomassa C.calcitrans setelah ditambahkan ion
logam Cd2+ pada kondisi hidup dan pada kondisi mati masing-masing
terdapat 16 pita serapan.
Untuk interaksi dengan ion logam Cd2+
pada kondisi mati, juga
memunculkan pita serapan baru tetapi beberapa pita serapan mempunyai bilangan
gelombang yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi ion logam Cd2+
oleh C.calcitrans pada kondisi hidup dan kondisi mati
mempunyai respon yang tidak sama. Pergeseran pita serapan pada beberapa gugus
fungsi ini menunjukkan bahwa gugus fungsi tersebut terlibat dalam proses bioakumulasi
ion logam Cd2+ oleh plankton, sedangkan gugus –CH2- yang
terdeteksi kemungkinan karena ada gugus fungsi lain yang terlibat dalam ikatan
dimana gugus fungsi tersebut terikat dalam makromolekul yang sama dengan gugus
–CH2- sehingga menyebabkan gugus fungsi –CH2- terganggu.
Dengan demikian, gugus fungsi pada C.calcitrans
yang terlibat dalam bioakumulasi ion logam Cd2+ adalah O-H, C=C,
C=O, S-S dan M-S.
KESIMPULAN
1. Pemaparan ion logam kadmium dengan
konsentrasi 0,5 ppm pada medium kultur Tetracelmis
chuii dapat menurunkan : laju pertumbuhan, jumlah sel, berat kering
fitoplankton dan kadar khlorofil-a. Pemaparan ion kadmium dengan konsentrasi 1
ppm pada medium kultur fitoplankton Chaetoceros
calcitrans dapat meningkatkan : laju pertumbuhan spesifik, peningkatan
jumlah sel, berat kering dan kandungan
khlorofil-a.
2. Fitoplankton laut Tetraselmis chuii mampu mengakumulasi kadmium secara cepat dan
penyerapan berlangsung konstan setelah 10 menit. Untuk fitoplankton Chaeotoceros calcitrans dengan waktu
interaksi 15 menit memperlihatkan pola akumulasi yang cenderung konstan.
3. Bioakumulasi kadmium oleh Tetracelmis chuii dan Chaetoceros calcitrans perlahan-lahan
naik dengan naiknya pH medium yang digunakan dan mencapai kondisi optimum pada
pH = 8,0.
4. Hasil identifikasi gugus fungsi
biomassa Tetrachemis chuii sebelum
dan sesudah pemaparan ion logam kadmium dijumpai adanya gugus fungsi N-O, OH, S=O, C-N, M-S dan S-S yang memegang
peranan penting dalam proses bioakumulasi kadmium. Hasil identifikasi biomassa Chaetoceros calsitrans juga dijumpai
adanya beberapa gugus fungsi C=C, C=0, M-S, O-H, dan S-S.
21
DAFTAR
PUSTAKA
Abe, K., 2001,
Kadinium in the
western eguatorial Pacifie. Nasl. Chem., 74: 197 – 211.
Baryla A Carrier P. Franck F, Coulomb C, Sahut C, Havaux M,
2001, Leaf chlorosis in oilseed rape plants (Brassica napus) grown on cadmiumpolluted soil : causes and
consequences for photosynthesis and growth, Planta
212 : 696-709.
Burcu Kokturk, 2006, Cadmium
uptake and antioxidative enzyme in durum wheat cultivars in respon to
increasing Cd application, Thesis, School of Engineering
and Natural Sciences, Sabanci University.
Collantes G, and Prado, R., 2006, Green bloom of Tetraselmis sp. In valparaiso Bay,
Facultad de Ciencias del
Mar y Recursos Naturales, Universidad de Valparaiso.
Doshi, H.,A. Ray, and I.L. Kothari, 2007.Bioremediation potential of live & dead
Spirulina. Spectroscopic, kinetics and SEM studies. Biotechnol Bioeng, 96 (6) 1051-1063.
Falkowski PG, dan Raven JA, 2007, Aquatic photosystem, Ed 2 Princenton University Press Princenton. NJ.
Gin. K. Y.Z. Tang, and M.A Aziz, 2001. Heavy Metal Uptake by Algae. In : Kojima H. Lee YK. Editors. Photosynthetic Microorganisms in
Environmental Biotechchology. Berlin.
Springer.
Grill, E., Winnacker E.L., Zenk, M.H. (1985) :
Phytochelatins : The principal heavy metal complexing peptides of higher plant.
Science, 230-674.
Hirata. K, Tsujimoto. Y, Namba T., Toshiko Ohta T.,
Hirayanagi N, Miyasaka H., Zenk M.H., and Miyamoto K., 2001 . Strong induction of phytochelatin synthesis by zinc
in marine green alga, Dunaliella tertiolecta, J. Bioscience and Bioscience, 92 (1) 24-29.
Ho, T. Y. 2003, The elemental composition of somb marine
phytoplankton. J. Phycol. 39 : 1145 – 1159.
Lannelli MA, Pietrini F, Fiore L, Petrilli L, Massacci A. 2002, Antoxidant response to cadmium in Phragmites
australis plants Plant Physiol Biochem 40
: 977-982.
Inthorn D., 2001 Removal
of heavy metal by using microalgae. Edited by Hiroyuki Kojima and Yuan Kun
Lee, Photosynthetic Microorganisms in Environmental Biotechnology.
Springer-Verlag Hong Kong Ltd 2001. 310 : 111-169
Kawakami, S.K, Gledhill M, and Achterberg E.P., 2006, Determination of phytochelatins and
glutathione in phytoplankton from natural waters using HPLC with fluorescence
detection, TrAc Trends in analtycal chemistry, 25 (2) : 133-142.
Lane T. W., 2005, A
cadmium enzyme from a marine diatom. Nature 435, 42
Mercado J.M., Teodora R., dan Dolores C., 2009, Effect of
carbonic anhyadrase inhibitors on the inorganic carbon uptake by phytoplankton
natural assemblages, J. Phycol, 45, 8 – 15.
Morel FMM, 2005, A
cadmium enzyme from a marine diatom. Nature 435, 42
Parsons, T.R., Y. Maita and C.M. Lalli, (1984), A Manual of
chemical and Biological Methods for Seawater Analysis Pergamon Press, Ox ford.
Reinfelder, J. R., 2000, Kraepiel,
A.M.L & Morel, F.M. M. Unicellular C4 photosynthesis in a marine diatom.
Nature 407 996-999.
Robert Perry, 2003, A
Guide to the Marine Plankton
of southern California, 3rd
Edition, UCLA
Ocean GLOBE
& Malibu High School.
Schat H, Ligany M, Vooijs R, Hartley WJ, Bleeker PM., 2002 The role of phytochelatins in constitutive
and adaptive heavy metal tolrances in hyperaccumulator and nonhyperaccumulator
metallphytes Journal of Biochemistry, 40
: 577-584.
Schutzendubel A, Schwanz P, Teichmann T, Gross K,
Langefeld-Heyser R, Godbold DL, Polle A., 2001, Cadmium-induced changes in antioxidative systems, hydrogen peroxide
content, and differentiation in Scots pine roots, Plants Physiol, 127 : 887-898
Seafdec, 1985, Prawn Hatchery design and Operational,
Aguaculture Extention Manual No. 9, Aguaculture Department, Tigbauan, Illiolo,
Philippines.
Sunda W. G. and S.A Hunstsman, 2000, Effect of Zn, Mn and Fe on Cd accumulation in phytoplankton :
Implications for ocanic Cd cyling. Limnol, Ocoanogr. 45
: 1501-1516.
Wang, X., dan R.C.H. Dei, 2001, Effeat of major nutrient
addifions on metal uptake in phytoplankton, Environ Pollut, 111 : 233 – 240.
Xu Y, Feng L, Jefrey PD, Shi Y Morel FMM., 2008. Structure and metal exchange in the cadmium
carbonic anhydrase of marine diatoms.Nature 452 : 56-61.
Sumper, M. and Brunner, E., 2006, Adv. Funct. Mater., 16.
UCAPAN
TERIMA KASIH
Terima kasih kepada Pimpinan
Universitas Hasanuddin yang telah memberikan bantuan pelaksanaan Penelitian
melalui DIPA UNHAS 2009.