Jumat, 02 Agustus 2013

BUDIDAYA IKAN HIAS AIR TAWAR IKAN MOLLY (POELICIA LATIPINNA SAILFIN MOLLY)”

 BUDIDAYA HIAS AIR TAWAR
IKAN MOLLY (POELICIA LATIPINNA SAILFIN MOLLY)”

Oleh :
AFWAN TASRIKIN
26010210130094

PENDAHULUAN
Ikan hias cukup dikenal oleh masyarakat sebagai hiasan aquarium. Perkembangan ikan hias di Indonesia mengalami kemajuan yang terus meningkat, terutama ikan hias air tawar asli Indonesia. Dari sekian banyak jenis Ikan hias, tidak semuanya telah dapat dibudidayakan. Dalam menternakkan ikan hias harus diperhatikan bahwa masing-masing jenis mempunyai sifat dan kebiasaan hidup yang berbeda-beda, misalnya dalam cara pemijahan, bertelur ataupun menyusun sarangnya.
Ikan Molly (Poelicia latipinna Sailfin molly) adalah salah satu komoditi ikan hias air tawar di Indonesia. Ikan Molly termasuk dalam jenis ikan “live brearer” (melahirkan). Ikan ini bersifat omnivore. Ukuran tubuhnya relatif cukup besar, maksimal sekitar 12 cm. Hingga kini sudah banyak varietas yang beredar di pasaran dengan warna dan bentuk tubuh yang beragam akibat persilangan dan mutasi. Molly balon, misalnya, yang bertubuh seperti bola akan tampak sangat bagus seperti maskoki mini bila ukurannya sudah besar.

CIRI-CIRI INDUK JANTAN DAN BETINA
Induk Jantan
1. Mempunyai gonopodium (berupa tonjolan dibelakang sirip perut) yang
merupakan modifikasi sirip anal yang berupa menjadi sirip yang panjang.
2. Tubuhnya ramping
3. Warnanya lebih cerah
4. Sirip punggung lebih panjang
5. kepalanya agak besar

Induk Betina
1. Dibelakang sirip perut tidak ada gonopodium, tetapi berupa sirip halus.
2. Tubuhnya gemuk
3. Warnanya kurang cerah
4. Sirip punggung biasa
5. kepalanya Agak runcing

TEKNIK PEMIJAHAN
1. Pilihlah induk yang berukuran relatif besar, bentuk tubuh yang mengembung serta mempunyai warna yang indah
2. Induk-induk yang telah dipilih dimasukkan dalam satu bak untuk beberapa pasang induk. Namun apabila menghendaki keturunan tertentu dapat pula dilakukan dengan cara memisahkan dalam bak tersendiri sepasangsepasang
3. Bak-bak pemijahan harus dikontrol setiap hari. Setelah lahir, anak-anak ikan harus cepat-cepat diambil dan dipisahkan dari induknya agar tidak dimakan oleh induknya.

PERAWATAN BENIH
1. Anak-anak ikan yang baru lahir belum membutuhkan makanan, karena masih mengandung kuning telur (yolk egg). Setelah 4 ~ 5 hari anak ikan baru dapat diberi makanan berupa kutu air yang sudah disaring, atau kuning telur yang telah direbus dan dihancurkan.
2. Setelah mencapai ukuran medium (2 ~ 3 cm) dapat diberikan makanan cacing, kemudian setelah mencapai ukuran dewasa (5 ~ 7 cm) dapat diberi makanan cuk.
3. Disamping makanan alami dapat pula diberi makanan tambahan berupa cacing kering, agar-agar dll.
4. Pemberian makanan sebaiknya 2 kali sehari, hendaknya jangan berlebihan, karena dapat menyebabkan pembusukan yang dapat meerusak kualitas air.
5. Pergantian air. Air dalam bak atau aquarium jangan sampai kotor/keruh, karena dapat menyebabkan kematian anak ikan. Kotoran dapat dibersihkan setiap 2 ~ 3 hari sekali dengan cara disiphon, air yang terbuang pada waktu penyiphonan sebanyak 10 ~20% dapat diganti dengan air yang baru.

Jumat, 25 Januari 2013

BIOAKUMULASI ION LOGAM KADMIUM OLEH FITOPLANKTON LAUT TETRASELMIS CHUII DAN CHAETOCEROS CALCITRAUS


BIOAKUMULASI ION LOGAM KADMIUM OLEH FITOPLANKTON
LAUT TETRASELMIS CHUII DAN CHAETOCEROS CALCITRAUS

Oleh

M. Sjahrul*  dan Arifin**

ABSTRAK

Walaupun pemanfaatan fitoplankton laut Tetraselmis chuii dan Chaetoceros calcitrans telah banyak dilaporkan, namun kaitan pemanfaatannya sebagai fiforemidiator pada perairan laut yang telah tercemar logam kadmium masih sangat kurang. Oleh sebab itu, peelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi Cd2+ ,waktu interaksi, pH medium pertumbuhan dan kaitannya dengan proses bioakumulasi Cd2+ pada gugus fungsi dalam fitoplankton. Metode pengumpulan dan analisis data dilakukan terhadap 1). Laju pertumbuhan, jumlah sel fitoplankton dan kandungan khlorofil-a, 2) Konsentrasi Cd2+ dalam fitoplankton pada berbagai waktu interaksi, dan pH medium pertumbuhan dan 3) Spektrum infra merah biomassa fitoplankton sebelum dan sesudah interaksi dengan Cd2+. Penambahan Cd2+ pada medium T. chuii dapat menurunkan pertumbuhan dankandungan khlorofil-a, tetapi pada medium C.calcitrans terjadi peningkatan pertumbuhan dan kandungan khlorofil-a. Akumulasi Cd2+ optimal terjadi selama 15 menit pada pH 8,0 sebesar 13,46 mg Cd2+ per gram biomassa T.chuii dan 1055,27 mg Cd2+ per gram biomassa C. calcitrans. Gugus fungsi dalam T.chuii dijumpai –OH, CN, S=O, N-O, S-S, dan M-S dan dalam C.calcitrans adalah –OH, C=O, S-S, MS dan C=C.

Kata Kunci :  Bioakumulasi, Kadmium, Tetraselmis chuii dan Chaetoceros calcitrans


-------------------------------------------------

 * Jurusan Kimia, Fakultas MIPA Universitas Hasanuddin, Makassar
** FKIP, Universitas Haluoleo, Kendari


ABSTRACT


The use of the marine phytoplankton, Tetraselmi chuii and Chaetoceros calcitrans have already been reported. The relationships of the usefulness as phytoremidiator on cadmium polluted marine are not yet well understood. Therefore, this study was conducted to evaluate the influence of Cd2+ addition on fitoplankton medium towards the growth, interacting time, pH medium that could accumunlate  Cd2+  in the function groups involved in the bioaccumulation prosess of Cd2+ by phytoplankton. The method of the analysis and the data collectionwas carried out on (1) the growth acceleration, the number of phytoplankton cells, and the chlorophyl-a content; (2) the Cd2+ content in phytoplankton on various interacting time, and pH medium; and (3) the infra-red spectrum of phytoplankton biomass before and after the interaction with Cd2+. The addition of Cd2+ on T. chuui medium can decrease the growth and content of chlorophyll-a, while the addition of Cd2+ on C. Calcitrans medium can increase the growth and content of chlorophyl-a.  The phytoplankton can accumulate Cd2+ in the pH8 in the interacting time of 15 minutes with the optimal accumulating ability of 13.46 and 1, 055.27 mg Cd2+ per gram of T. chuii and C. Calcitrans biomasses successively. The function groups of T. Chuii involved in the bioaccumulation process of Cd2+ are-OH, CN, S=O, N-O, S-S and M-S, while on C. Calcitrans, the function groups are-OH, C=0, S-S, M-S and C=C.
Key Words : Bioaccumulation, Kadmium, Tetraselmis chuii, and Chaetocer calcitrans.



PENDAHULUAN

Fitoplankton laut jenis Tetracelmis chuii dan Chaetoceros calcitrans berturut-turu mempunyai ukuran 7-12  mm dan 6-8  mm. Dalam upaya pemanfaatan fitoplankton sebagai fitoremendiator pencemaran logam besat di perairan laut, maka studi toksisitas, kemampuan akumulasi dan identifikasi gugus fungsi potensial yang berperan dalam bioakumulasi logam oleh fitoplankton dari kelas dinoflagelata dan diatom perlu diselidiki. Dalam penelitian ini, akan dipelajari cadmium sebagai obyek penelitian karena logam ini tidak diperlukan dalam proses pertumbuhan makhluk hidup; dan tergolong sebagai logam beracun. Tetraselmis chuii dan Chaetoceros calcitrans berturut-turut mewakili fitoplankton kelas dinoglagellata dan diatom yang digunakan sebagai fitoremediator ion logam Cd2+  (Doshi dan Kothari, 2007).
Tetraselmis chuii  termasuk plankton hijau, mempunyai sifat selalu bergerak  berbentuk oval elips, mempunyai empat buah flagella pada ujung depannya yang berukran 0,75-1,2 kali panjang badan; dan berukuran 10 x 6 x 5  mm (Collantes et al 2006). Menurut Falkowski (2007) sel-sel Tetraselmis chuii berupa sel tunggal yang berdiri sendiri. Ukurannya 7-12  mm, berkholorofil sehingga warnanya hijau cerah. (Ho, 2003) Pigmen penyusunnya terdiri dari khlorofil, memiliki flagella sehingga dapat bergerak seperti hewan. Pigmen khlorofil Tetraselmis chuii terdiri dari dua macam yaitu karotin dan xantofil. Inti sel jelas dan berukuran kecil serta dinding sel mengandung bahan sellulosa dan pektosa. (Reinfelder, 2000).
Chaetoceros calcitrans. Jenis ini dijumpai di air laut baik sebagai Chaetoceros calcitrans maupun Chaetoceros gracilis; merupakan sel tunggal dan dapat membentuk rantai menggunakan duri yang saling berhubungan dari sel yang berdekatan. Tubuh  utama  terbentuknya  seperti  petri dish. Jika dilihat dari samping
                                                                                                                              1
                                                                                                                              2

organisme ini benbentuk persegi dengan panjang 12 – 14 mm dan lebar 15-17 mm, dengan duri yang menonjol dari bagian pojok. Dapat membentuk rantai sebanyak 10-20 sel dan mencapai panjang 200 mm. Chaetoceros calcitrans termasuk kelas Bacillariophyceae, berwarna kuning kecoklatan dan tanpa bergerak ( Robert P., 2003).
Wang et al., (2001) melaporkan bahwa fitoplankton lebih efisien dalam mengikat ion logam berat dibanding bakteri atau jamur. Hal ini kemungkinan karena proses yang dilakukan dengan fitoplankton hidup berhubungan dengan fotosintesis dan aktivitas metabolic (Baryla, etal-(2001) dan Inthorn (2001).
Fitoplankton memiliki toleransi tinggi terhadap konsentrasi tinggi ion logam berat. Keberadaan ion logam berat dalam medium fitoplankton, menyebabkan terjadinya adaptasi fisiologis berupa tanggapan peptide spesifik pengikat logam misalnya fitokhelatin (Mercado etal 2009)
Cadmium akan mengalami proses biotransformasi dan bioakumulasi dalam organisme hidup (tumbuhan, hewan dan manusia) (Lannelli, et. al., 2002)  Logam ini masuk ke dalam tubuh bersama makanan yang dikonsumsi dan telah terkontaminasi oleh cadmium. Dalam tubuh biora perairan jumlah logam yang terakumulasi akan terus mengalami peningkatan dengan adanya proses biomagnifikasi di badan perairan (Abe, 2001). Logam akan terakumulasi pada tumbuhan setelah membentuk kompleks dengan unsur senyawa lain, salah satunya fitokhelatin yang tersusun dari beberapa asam amino seperti sistein dan glisin. Fitokhelortin berfungsi membentuk kompleks dengan logam berat dalam tumbuhan dan berfungsi sebagai detoksifikasi tumbuhan terhadap logam berat. (Kawakami etal., 2006)  Jika tumbuhan tidak bias mensintesis fitokhelatin menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan berujung
                                                                                                                              3

pada kematian. Kadar tertinggi fitokhelatin ditemukan pada tumbuhan yang toleran terhadap logam berat  (Schutzendubel etal (2001), Hirata et al (2001) dan Schat etal (2002).
Umumnya bahan-bahan kimia pencemar menyerang sisi aktif enzim sehingga mengurangi fungsi enzim (Sampel, 2006). Ion-ion logam berat seperti Hg, Pb, dan Cd memainkan peranan sebagai penghambat enzim yang efektif. Mereka mempunyai daya tarik menarik ligan-ligan yang mengandung sulfur seperti S-S dan  -SH dalam asam-asam amino metionin dan sistein yang merupakan bagian struktur enzim (Burcu, 2006).
Gin et al (2001) mengungkapkan bahwa kebanyakan organisme dalam merespon terhadap pengaruh bahan beracun logam berat dengan cara mensisntesis protein-protein pengkhelat-logam. Molekul-molekul kecil utama dalam tanaman, algae, dan jamur dirujuk sebagai peptida-peptida kaya sistein disebut fitokhelatin (Grill et,al., 1985). Molekul-molekul tersebt mempunyai struktur umum (g-Glu-Cys)n-Gly) dimana n dapat berkisar 2-11 bergantung pada spesies darimana peptide diisolasi dan kondisi induksinya dengan struktur primer sebagai seperti diperhatikan pada Gambar I :
Untitled-Scanned-01

Gambar 1. Stuktur primer fitokhelatin (Kazumata Hirata et al, 2005)

   4

Fitokhelatin disintesis dari suatu turunan tripeptida (glutation) yang tersusu dari glutamat, sistein, dan glisin. Glutation ada dalam seluruh sel, sering dalam tingkatan yang tinggi (Schat et al, 2002). Jika dalam lingkungannya termediasi oleh ion-ion logam; maka glutation akan membentuk peptide pengkhelat logam, fitokhelatin. Fitokhelatin ini akan mengikat ion logam membentuk fitokhelatin-M yang selanjutnya akan diteruskan ke vakuola.
Fitoplankton Tetraselmis chuii dan Chaetoceros calcitrans merupakan biota bersel tunggal dan seluruh permukaannya dilapisi oleh kulit sel, sehingga masuknya ion logam cadmium ke dalam sel fitoplankton diawali dengan penyerapan bidang permukaan sel (adsorpsi) (Xยต et. al., 2008). Pada tahap ini, proses berlangsung secara pasip sampai seluruh permukaan sel telah jenuh dengan ion logam. Ketika ion logam berada pada membran sel, akan berinteraksi dengan berbagai molekul yang terdapat pada membran sel. Reaksi yang kemungkinan terjadi adalah :
2 R-H  + M2+                               R2M + 2H+ ………………………(1)
Dengan RH adalah molekul organik dan M adalah logam Pada persamaan reaksi (1), kedudukan atom H akan diganti oleh ion logam M, sehingga selain menurunkan pH, juga terbentuk molekul kompleks yang berisfat asam-basa lemah (Morel,2005).







MATERI DAN METODE

Tempat Dan Bahan Penelitian
·         Tempat Penelitian :
  1. Laboratorium Kimia Anorganik Devisi Bioremidiasi Logam Berat Jurusan KImia FMIPA Universitas Hasanuddin.
  2. Laboratorium Ecology and Physiology of Plant Faculty of Earth and Life Sciences Vrije Universiteit Amsterdam.

·         Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam peneliitan ini adalah sebagai berikut :
a.    Bibit fitoplankton Tetraselmis chuii dan Chaetoceros Calcitrans diambil dari kultur murni Balai Penelitian Perikanan dan Kelautan Maros, Sulawesi Selatan.
b.    Bahan-bahan kmia yang digunakan semua berkualitas analitik (analytical grade) meliputi : NaC1; MgSO4.7H2O; KNO3; KHPO4; CaC12.2H2O, H3BO3; ZnSO4 7H20; MnSO4,4H2O; CuSO4.5H20; C0CI2.6H20; (NH4)6 M07O245H2O; NaFeEDTA; NaSiO39H2O; thiamine HCI; biotine; vitamin B12; CdCI2; saringan Whatman GF/A dan aquades.    

·         Prosedur Kerja
Pola Pertumbuhan Fitoplankton dalam Medium KUltur Arschat

Bibit murtni fitoplankton Tetraselmis chuii dan Chaetoceros caltitrans dikultur dalam gelas Erlenmeyer 500 mL dengan menggunakan medium Arshat. Penerangan lampu Neon 80 watt diberikan secara terus menerus,  gas CO2  dari
                                                                                                                        5
                                                                                                                        6

 aerator pompa udara,suhu antara 20 -220C, pH medium .
Untuk mengetahui pola pertumbuhan fitoplankton, dilakukan penghitungan jumlah sel per millimeter medium setiap hari. Sampel diambil dengan pipet tetes steril, diteteskan sekitar 0,1-0,5 mL pada Haemocytometer, kemudian diamati melalui mikroskop ( Seafdec, 1985).

Pengeruh Ion Kadmium pada Pertumbuhan Fitoplankton

Pengamatan pengaruh ion cadmium pada pertumbuhan fitoplankton pada fitoplankton Tetraselmis chuii dan Chaetoceros calcitrans dilakukan dengan cara mengkultur fitoplankton dalam medium tercemar ion logam cadmium pada konsentrasi 0 – 5 ppm.

Laju Pertumbuhan dan Persentasi Hambatan Pertumbuhan Fitoplankton yang Terpapar Ion Kadmium.

Penentuan laju pertumbuhan spesifik untuk setiap variasi konsentrasi dihitung dengan menggunakan persamaan (2); sedang untuk menentukan persentasi hambatan pertumbuhan, (Prosen Growth Inhibition, PGI) pada fitoplankton Tetraselmis chuii dan Chaetoceros calcitrans untuk setiap perlakuan konsentrasi dilakukan menggunakan persamaan (3) berikut :
=
Nt     = kepadatan sel pada saat t (set/mL)
N0    = kepadatan sel pada saat awal (sel/mL) 
 m     = Laju pertumbuhan spesifik; dan t adalah waktu (hari). (Doshi et al, 2007)

                                                                                                                                 7
PGI =
Nt     = Presentase hambatan pertumbuhan
 mi     = Tetapan laju pertumbuhan spesifik ke-i  
 m0    = Tetapan laju pertumbuhan spesifik control

Kandungan Khlorofil-a pada fitoplankton yang Ditumbuhkan pada Medium Terpapar Ion Kadmium
Untuk mendukung data pertumbuhan fitoplankton dalam kondisi terpapar ion cadmium, dilakukan penentuan kandungan khlorofi-a dengan metode spektorfotometri yang dikembangkan oleh Parson et al., (1984).

Uji Toksisitas Ion Kadmium pada FItoplankton Tetraselmis chuii
Pengamatan toksisitas ion cadmium terhadap pertumbuhan fitoplankton dilakkan dnegan mengkultur pada kondisi oprimum dengan volume kultur 1000 mL.  Parameter uji meliputi uji (i) Non Effect Concentration (NEC), yakni menentukan konsentrasi cadmium yang tidak mempengaruhi pertumbuhan fitopnakton; (ii) Moximum Tolerable Concentration (MTC), yakni menentukan konsentrasi maksimum cadmium yang dapat ditolerir oleh fitoplankton; dan Effect Concentration 50% (EC50), yakni menentukan konsentrasi cadmium yang menyebabkan penurunan laju pertumbuhan sebesar 50% relative terhadap blanko.

Waktu Interaksi Proses Bioakumulasi Ion Kadmium oleh FItoplankton
Waktu interaksi dilakukan dengan waktu berturut-turut 5, 10, 15, 30, 45, 60, dan 120 menit. Penentuan jumlah cadmium terakumulasi oleh setiap fitoplankton
                                                                                                                      8

 ditentukan dengan memperhitungkan selisih antara konsentrasi kadmium awal dengan konsentrasi yang terkandung dalam filtrate. Untuk mengetahui berat fitoplankton  yang digunakan saat interaksi, dalam wadah kultur yang sama diambil sebanyal 24 mL medium fitoplankton control lalu disaring.    
Data hasil akumulasi yang diperoleh selanjutnya dievaluasi pada setiap interval waktu untuk diperoleh interaksi pada saat kesetimbangan tercapai. Dengan menggunaan persamaan (4) diperoleh harga q (mg Cd per gram berat kering).
q               =   Pengambilan logam (mg logam g-1 biomassa)
V              =   Volume larutan
[Maq]0       =   Konsentrasi awal logam pada larutran (mg L-1)
W             =   Berat kering biomassa (g)
Persen terakumulasi ion logam Cd2+ oleh T. Chuii dan C. Calcitrans dihitung dengan menggunakan persamaan :
% M (akumulasi) = ([Maq] 0 – [Maq]00 x 100% …………………………….. (5)
[Maq]0 = konsentrasi awal ion logam Cd2+ (mgL-1)
[Maq]00 = Konsentrasi ion logam Cd2+ (mgL-1) saat kesetimbangan.
Identifikasi Gugus fungsi Potensial dan Fitoplankton yang Berperan dalam Proses Bioakumulasi Kadium
Untuk mengidentifikasi gugus fungsi potensial yang mengikat cadmium, dilakukan serangkaian kultur fitoplankton uji, tanpa dan dengan paparan cadmium pada kosentrasi 5 ppm. Setelah fitoplankton berumur 7 hari kemudian
                                                                                                                      9

dipanen dan dikering bekukan, lalu digerus dan disaring dengan mesh maksimum 38  mm.  Seluruh biomassa sebelum dan sesudah pemaparan cadmium dianalisis secara spektrofotometri infra Red (IR) untuk dibandingkan daerah pergeseran serapannya.




















HASIL DAN PEMBAHASAN

Pola pertumbuhan T. chuii pada medium Arschat tanpa penambahan ion logam Cd2+ (kontrol) mempunyai kurva pertumbuhan paling tinggi; dengan empat tahap pertumbuhan yaitu : (i) tahap penyesuaian yakni mulai penanaman hingga hari ke-2; (ii) tahap pertumbuhan cepat setelah hari ke-2 hingga hari ke-6 (iii) tahap pertumbuhan optimum pada hari ke-6 dan (iv) tahap mulai terjadi kematian setelah hari ke-6. Dapat diungkapkan bahwa penggunaan medium Arscat untuk mengkultur fitoplankton laut T. chuii pada kepadatan awal 100.000 sel/mL dapat meningkatkan kepadatannya sekitar 17 kalihanya dalam waktu 6 hari kultur.
Table 1. Tetapan laju pertumbuhan spesifik (m) T. chuii tanpa dan dengan penambahan ion logam Cd2+ pada berbagai konsentrasi

[Cd2+]
(ppm)
m (hari-1) hari ke-
1
2
3
4
5
6
7
0,00
0,209
0,531
0,630
0,607
0,537
0,470
0,393
0,15
0,251
0,523
0,644
0,601
0,531
0,470
0,395
0,20
0,281
0,519
0,659
0,595
0,520
0,451
0387
0,25
0,125
0,504
0,654
0,601
0,527
0,450
0,375
0,50
0,103
0,490
0,620
0,601
0,522
0,450
0,378
1,00
0,000
0,468
0,596
0,535
0,501
0,431
0,354
5,00
-0,017
0,183
0,269
0,167
0,109
0,091
0,100

Pertumbuhan T. chuii pada medium kultur yang ditambahkan ion logam Cd2+ 0,15 mg/L memperlihatkan grafik pola pertumbuhan yang relatif sama dengan control. Semakin besar konsentrasi ion logam Cd2+ yang ditambahkan semakin rendah grafik pola pertumbuhannya. Fenomena ini membuktikan bahwa keberadaan ion logam Cd2+ dalam medium kultur T. chuii dapat menurunkan pertumbuhan fitoplankton seperti yang ditunjukkan pada Table 1.
10
                                                                                                                            11

Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Lane (2005) bahwa pengaruh logam berat pada plankton bersel tunggal secara umum berhubungan dengan penurunan jumlah sel dan berat kering.
Berdasarkan Tabel 1 secara umum untuk semua perlakuan variasi konsentrasi ion logam Cd2+ menunjukkan bahwa pertambahan waktu kultur menyebabkan peningkatan laju pertumbuhan spesifik hingga hari ke-3, selanjutnya terjadi penurunan kecepatan laju pertumbuhan spesifik. Hal ini karena ketersediaan nutrient yang cukup dalam medium untuk pertumbuhan fitoplankton. Meskipun demikian, pengaruh racun ion logam Cd2+ yang semakin meningkat menyebabkan laju pertumbuhan spesifik T. chuii semakin menurun. Hal ini terlihat pada hari ke-1 dengan perlakuan konsentrasi ion logam Cd2+ dalam medium sebesar 1,00 ppm; menyebabkan pertumbuhan fitoplankton tidak berjalan, bahkan pada penambahan 5 ppm ion logam Cd2+ dalam medium menyebabkan sebagian sel mengalami kematian. Pada hari ke-2 hingga hari ke-3 secara umum terjadi kenaikan laju pertumbuhan spesifik meskipun pada kosentrasi 1,00 hingga 5 ppm ion logam Cd2+ mengalami peningkatan laju spesifik yang sangat lambat.
Berdasarkan pada batas maksimum kandungan ion logam Cd2+ yang diperbolehkan di perairan sebesar 0,01 ppm, maka dapat dinyatakan bahwa fitoplankton T. Chuii dapat tumbuh normal pada perairanlaut yang tercemar ion logam Cd2+. Hal ini membuktikan bahwa T. chuii dapat dipertimbangkan sebagai bioindikator perairan laut yang tercemat ion logam Cd2+.  (Sunda et al, 2000).
Tingginya konsentrasi ion logam Cd2+ yang dapat ditolerir oleh T. chuii menunjukkan bahwa fitplankton berperan dalam proses detoksifikasi ion logam Cd2+. Detoksifikasi ion logam Cd2+. Oleh fitoplankton sedikitnya melibatkan dua langkah :
 12

 (i) pengaktifan fitokelatin sinthase (Pc sinthase) (menggunakan glutation, GSH, sebagai substrat), yang terjadi sebagai hasil peningkatan konsentrasi ion logam Cd2+. pada intraselular dan (ii) pengomplekan dan inaktivasi ion logam Cd2+ untuk dimasukkan ke sitosol oleh molekul fitokelatin.
Kandungan Khlorofil-a pada T. Chuii yang ditumbuhkan pada medium yang ditambahkan Ion logam Cd2+
Hasil pengukuran kandungang khlorofil-a pada fitoplankton laut T. Chuii yang dikultur dalam medium Arschat yang mengandung ion logam Cd2+ pada berbagai tingkat konsentrasi dapat diliihat pada Gambar 2.
Berdasarkan Gambar 2, peningkatan konsentrasi ion logam Cd2+ yang ditambahkan pada medium T. chuii menyebabkan penurunan kandungan khlorofil-a. Hal ini sejalan dengan pendapat Inthorn (2001) yang bekerja dengan Chlorella ellipsoidea menemukan bahwa pengaruh ion logam Cd2+ selain mengakibatkan menurunnya jumlah sel dan berat kering juga menurunkan kandungan kholorofilnya.

Untitled-Scanned-02
Gambar 2   Pola penurunan kandungan kholorofil-a pada T. Chuii akibat penambahan ion logam Cd2+ pada medium pertumbuhannya.
                                                                                                                                     13


Pola pertumbuhan fitiplankton C, calcitrans pada medium Arschat tanpa penambahan ion logam Cd2+ mempunyai empat tahap pertumbuhan yaitu : (i) tahap penyesuaian mulai  penanaman hingga hari ke-2; (ii) tahap pertumbuhan cepat setelah hari ke-2 hingga hari ke-9; (iii) tahap pertumbuhan optimum pada hari ke-9 dan (iv) tahap mulai terjadi kematian setelah hari ke-9. Dapat diungkapkan bahwa penggunaan medium Arschat untuk mengkultur fitoplaktor laut C. Calcitrans pada kepadatan awal 250.000 sel/mL dapat meningkatkan kepadatang sekitar 7 kali hanya dalam waktu 9 hari kultur. Perhitungan laju pertumbuhan spesifik (m) C. Calcitrans pada medium yang ditambahkan ion logam Cd2+ ditunjukkan pada Tabel 2. 
Table 2.   Tetapan laju pertumbuhan spesifik (m) C. Calcitrans tanpa dan dengan penambahan ion logam Cd2+ pada berbagai tingkat konsentrasi.

[Cd2+]
Ppm)
m (hari-1) hari ke-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0,00
0,39
0,077
0,236
0,184
0,208
0,185
0,174
0,161
0,164
0,155
0,125
0,67
0,150
0,255
0,223
0,237
0,205
0,190
0,168
0,178
0,154
0,25
0,25
0,193
0,282
0,257
0,258
0,230
0,210
0,193
0,185
0,162
0,50
0,19
0,217
0,305
0,300
0,275
0,243
0,212
0,188
0,169
0,137
1,00
0,26
0,279
0,327
0,307
0,268
0,266
0,247
0,223
0,218
0,194
2,00
0,30
0,241
0,263
0,275
0,267
0,238
0,219
0,201
0,204
0,187
4,00
0,17
0,153
0,223
0,238
0,254
0,223
0,210
0,189
0,199
0,175
5,00
0,15
0,129
0,183
0,206
0,220
0,196
0,190
0,182
0,186
0,175

Berdasarkan Tabel 2 secara umum untuk semua perlakuan menunjukkan laju pertumbuhan C. Calcitrans yang semakin meningkat dengan meningkatnya jumlah hari pemaparan hingga hari ke-3 kecuali untuk penambahan ion logam Cd2+ pada konsentrasi di atas 1 ppm dengan laju pertumbuhan tertinggi pada hari ke-4. Hal yang menarik adalah bahwa penambahan konsentrasi ion logam Cd2+ dalam
 14

medium kultur dengan peningkatan laju pertumbuhan spesifik hingga pada konsentrasi ion logam Cd2+ sebesar 1 ppm; selanjutnya penambahan konsentrasi ion logam Cd2+  menyebabkan penurunan laju pertumbuhan spesifik C. calcitrans.
Kandungan kholorfil-a pada C. calcltrans yang ditumbuhkan pada Medium yang ditambahkan Ion logam Cd2+.. Uji kandungan kholorofil-a pada kultur C calcitrans dengan penambahan ion logam Cd2+. pada medium dilakukan pada saat kultur hari ke 5 dengan hasil kandungan khlorofil-a seperti disajikan pada Gambar. 3

Untitled-Scanned-02
Gambar 3   Kandungan kholorofil-a pada C. calcitrans pada medium yang mengandung ion logam Cd2+. Pada berbagai konsentrasi awal

Berdasarkan Gambar 3 penambahan ion logam Cd2+ pada medium kultur C. calcitrans dapat meningkatkan kandungan khlorofil-a. Berdasarkan data : (a) jumlah sel permililiter medium setiap variasi kosentrasi ion logam Cd2+ yang ditambahkan : (b) laju pertumbuhan spesifik harian pada berbagai tingkat konsentrasi ion logam  Cd2+ yang ditambahkan (Tabel 2); dan (c) kandungan khorofil-a pada C. calcitrans
 15

yang dikultur pada medium yang mengandung ion logam Cd2+ pada berbagai tingkat kosentrasi (Gambar 3); dapat dinyatakan bahwa ion logam Cd2+ dapat menstimulasi pertumbuhan fitoplankton diatom jenis C. calcitrans. Hal ini dikarenakan ion logam Cd2+ yang terdapat dalam medium dapat menggantikan ion logam Cd2+  yang terdapat dalam medium dapat menggantikan ion logam Zn2+ untuk fungsi karbonik anhidrase.
Pengaruh waktu Interaksi logam Cd2+ pada T. chuii dan C. Calsitrans terhadap kemampuan Akumulasi Ion logam Cd2+. Jumlah ion logam Cd2+ yang terakumulasi pada T. Chuii dan C. calcintrans disajikan dalam gambar 4.
Untitled-Scanned-04

Gambar 4   Grafik pengaruh waktu terhadap akumulasi ion logam Cd2+ oleh Fitoplankton (A) T. chuii: (B) C. calcitrans.


Berdasarkan Gambar 4A T. chuii mampu mengakumulasi ion logam sekitar Cd2+ sekitar 0,889±0,007 mg Cd/g biomassa dengan waktu akumulasi yang cepat
 16

yakni 5 menit, dan setelah 10 menit interaksi, penyerapan ion logam Cd2+ cenderung konstan sehingga menit ke-120. Tingginya kemampuan akumulasi ion logam Cd2+ oleh T. chuii dengan waktu interaksi yang relatif singkat menunjukkan bahwa fitoplankton T. chuii sangat potensial untuk kelayakan suatu teknologi fitoremediasi ion logam Cd2+. Keadaan ini dimungkinkan karena ukuran karena ukuran fitoplankton relatif kecil (7-12  mm), sehingga mempunyai luas permukaan yang besar untuk berinteraksi dengan ion logam. Luas permukaan bidang sentuhan trsebut dapat mempercepat proses serapan antara ion logam Cd2+ dengan komponen kimia dalam fitoplankton.  Berdasarkan Gambar 4 B bahwa pada waktu interaksi 15-120 menit, C. calcitras mampu mengakumulasi ion logam Cd2+ dalam jumlah besar mencapai sekitar 316.214±3,93 mg Cd per g biomassa. Fitoplankton jenis diatorm ini mempunyai kemampuan akumulasi jauh di atas kemampuan akumulasi ion logam Cd2+ oleh fitoplankton jenis dinoflagellata (T. chuii). Perbedaan kecepatan dan kemampuan akumulasi ion logam Cd2+ pada T. chuii dan c, cacitrans tersebut disebabkan karena komposisi penyusuna kedua sel fitoplankton tersebut berbeda. Permukaan sel T. chuii mengandung selulosa dan glikpreotein sedangkan C. calcitrans permukaan selnya tersusun dari silika.

Pengaruh Konsentrasi Awal Ion Logam Cd2+ terhadap kemampuan Akumulasi Ion logam Cd2+ pada Fitoplankton T. chuii dan C. Calcitrans

Jumlah ion logam Cd2+  yang terakumulasi oleh T. chuii dan C. calcitrans yang diinteraksikan selama 15 menit dengan variasi konsentrasi awal ditunjukkan pada Gambar 5.

 17

Untitled-Scanned-06

Gambar 5   Bioakumulasi ion logam Cd2+ oleh fitoplankton (A) T. Chuii dan (B) C. Calcitrans pada berbagai tingkat konsentrasi awal.

Berdasarkan Gambar 5A, pola akumulasi ion logam Cd2+ pada fitoplankton T. chuii mengikuti 2 (dua) tahapan yaitu : (i) adsorpsi perlahan-lahan naik seiring dengan naiknya konsentrasi ion logam Cd2+ yang ditambahkan. Setelah mencapai harga akumulasi sekitar 0,5 mg kadmium per gram biomassa fitoplankton, penambaan ion logam Cd2+ pada konsentrasi yang lebih besar relatif tidak dapat menaikkan harga akumulasi secara berarti. Selanjutnya, (ii) pada penambahan ion logam Cd2+ dengan konsentrasi awal yang diperbesar lagi, ternyata  disertai dengan kemampuan akumulasi yang demikian tinggi, mencapai harga  13,463 mg Cd per gram (berat kering) biomassa.
Jumlah ion logam Cd2+ yang terakumulasi oleh fitoplankton C. calcitrans yang dikultur selama 15 menit dengan variasi konsentrasi awal ion logam Cd2+ diperlihatkan pada Gambar 5B. Berdasarkan Gambar 5B, secara umum pola akumulasi ion logam Cd2+ oleh fitoplankton C. calcitrans yang dikultur pada medium
 18

Arschat berisi ion logam Cd2+ adalah serupa dengan pola akumulasi oleh T. chuii, yaitu melalui 2 (dua) tahap : (i) tahap proses pasif dan (ii) tahap proses aktif. Pada proses pasif, penambahan ion logam Cd2+ pada medium kultur diikuti dengan kenaikan kemampuan akumulasi hingga tercapai suatu keadaan jenuh dengan nilai 460,1345±27,9252 mg Cd per gram fitoplankton. Pada keadaa ini, penambahan konsentrasi ion logam Cd2+ pada medium kultur relatif tidak memberikan kenaikan akumulasi secara berarti hingga konsentrasi kesetimbangan mencapai 3,75 mg/L kadmium. Selanjutnya pada tahap kedua penambahan ion logam Cd2+ dengan konsentrasi awal yang diperbesar lagi, dapat meningkatkan kemampuan akumulasi oleh C. calcitrans hingga mencapai harga yang sangat tinggi (1.055,286 mg Cd per gram fitoplankton) dibandingkan kemampuan akumuasi ion logam Cd2+ oleh T. chuii (13,463 mg Cd per gram fitoplankton).

Pengaruh pH Medium terhadap Kemampuan Akumulasi Ion Logam Cd2+ pada T.chuii dan C.Calcitrans.
Penentuan kemampuan bioakumulasi ion logam Cd2+ oleh T.chuii dan C.calcitrans dengan variasi pH medium 4,5,6,7,8 dan 9 diperoleh data seperti ditunjukkan pada Gambar 6 berikut.







 19

Untitled-Scanned-05
Gambar 6. Pengaruh pH medium terhadap kemampuan akumulasi ion logam Cd2+ pada konsentrasi awal 0,25 ppm oleh T.chuii dan C.calcitrans.

Berdasarkan Gambar 6, pola akumulasi ion logam Cd2+ oleh T.chuii dan C.calcitrans perlahan-lahan naik dengan naiknya pH medium yang digunakan dan optimum pada pH = 8,0. Juga dapat diungkapkan bahwa fitoplankton T.chuii memberikan perubahan kemampuan akumulasi ion logam Cd2+ yang relatif kecil terhadap pengaruh pH medium, tidak seperti pada fitoplankton C.calcitrans, tetapi keduanya mempunyai kemampuan akumulasi ion logam Cd2+ yang optimum pada pH 8,0.

Identifikasi Gugus Fungsi pada T.chuii dan C. calcitrans yang terlibat dalam Proses Bioakumulasi ion logam Cd2+
Berdasarkan analisis data pita serapan yang muncul dari identifikasi infra merah pada T.chuii setelah ditambahkan ion logam Cd2+ pada kondisi hidup dan pada kondisi mati berturut-turut terdapat sebanyak 20 dan 17 pita serapan. Bilangan gelombang yang mengalami pergeseran terutama dari gugus fungsi yang
20

mengandung atom S, O dan N yang kemungkinan terbentuk ikatan Cd-S, S kompleks, N kompleks atau perubahan struktur O-H. Perbedaan antara ikatan ion logam Cd2+ terhadap fitoplankton pada kondisi hidup dan kondisi mati terutama dari intensitas pita serapannya. Jadi, gugus fungsi pada T.chuii yang kemungkinan terlibat dalam bioakumulasi ion logam Cd2+ adalah : O-H, C-N, S=O, N-O, S-S, M-S dan M-N.
Hasil analisis spektrum Infra Merah (IR) untuk biomassa C.calcitrans dapat memberikan petunjuk analisis beberapa gugus fungsi yang ada pada biomassa C.calcitrans. Berdasarkan analisis pita serapan yang muncul dari identifikasi Infra merah pada biomassa C.calcitrans setelah ditambahkan ion logam Cd2+ pada kondisi hidup dan pada kondisi mati masing-masing terdapat 16 pita serapan.
Untuk interaksi dengan ion logam Cd2+ pada kondisi mati,  juga memunculkan pita serapan baru tetapi beberapa pita serapan mempunyai bilangan gelombang yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi ion logam Cd2+ oleh C.calcitrans pada kondisi hidup dan kondisi mati mempunyai respon yang tidak sama. Pergeseran pita serapan pada beberapa gugus fungsi ini menunjukkan bahwa gugus fungsi tersebut terlibat dalam proses bioakumulasi ion logam Cd2+ oleh plankton, sedangkan gugus –CH2- yang terdeteksi kemungkinan karena ada gugus fungsi lain yang terlibat dalam ikatan dimana gugus fungsi tersebut terikat dalam makromolekul yang sama dengan gugus –CH2- sehingga menyebabkan gugus fungsi –CH2- terganggu. Dengan demikian, gugus fungsi pada C.calcitrans yang terlibat dalam bioakumulasi ion logam Cd2+ adalah O-H, C=C, C=O, S-S dan M-S.


KESIMPULAN

1.    Pemaparan ion logam kadmium dengan konsentrasi 0,5 ppm pada medium kultur Tetracelmis chuii dapat menurunkan : laju pertumbuhan, jumlah sel, berat kering fitoplankton dan kadar khlorofil-a. Pemaparan ion kadmium dengan konsentrasi 1 ppm pada medium kultur fitoplankton Chaetoceros calcitrans dapat meningkatkan : laju pertumbuhan spesifik, peningkatan jumlah sel, berat kering dan kandungan khlorofil-a.
2.    Fitoplankton laut Tetraselmis chuii mampu mengakumulasi kadmium secara cepat dan penyerapan berlangsung konstan setelah 10 menit. Untuk fitoplankton Chaeotoceros calcitrans dengan waktu interaksi 15 menit memperlihatkan pola akumulasi yang cenderung konstan.
3.    Bioakumulasi kadmium oleh Tetracelmis chuii dan Chaetoceros calcitrans perlahan-lahan naik dengan naiknya pH medium yang digunakan dan mencapai kondisi optimum pada pH = 8,0.
4.    Hasil identifikasi gugus fungsi biomassa Tetrachemis chuii sebelum dan sesudah pemaparan ion logam kadmium dijumpai adanya gugus fungsi N-O, OH­, S=O, C-N, M-S dan S-S yang memegang peranan penting dalam proses bioakumulasi kadmium. Hasil identifikasi biomassa Chaetoceros calsitrans juga dijumpai adanya beberapa gugus fungsi C=C, C=0, M-S, O-H, dan S-S.

21





DAFTAR PUSTAKA

Abe,  K., 2001,  Kadinium  in  the  western   eguatorial   Pacifie. Nasl. Chem., 74: 197 – 211.
Baryla A Carrier P. Franck F, Coulomb C, Sahut C, Havaux M, 2001, Leaf chlorosis in oilseed rape plants (Brassica napus) grown on cadmiumpolluted soil : causes and consequences for photosynthesis and growth, Planta 212 : 696-709.

Burcu Kokturk, 2006, Cadmium uptake and antioxidative enzyme in durum wheat cultivars in respon to increasing Cd application, Thesis, School of Engineering and Natural Sciences, Sabanci University.

Collantes G, and Prado, R., 2006, Green bloom of Tetraselmis sp. In valparaiso Bay, Facultad de Ciencias del Mar y Recursos Naturales, Universidad de Valparaiso.

Doshi, H.,A. Ray, and I.L. Kothari, 2007.Bioremediation potential of live & dead Spirulina. Spectroscopic, kinetics and SEM studies. Biotechnol Bioeng, 96 (6) 1051-1063.

Falkowski PG, dan Raven JA, 2007, Aquatic photosystem, Ed 2 Princenton University Press Princenton. NJ.

Gin. K. Y.Z. Tang, and M.A Aziz, 2001. Heavy Metal Uptake by Algae. In : Kojima H. Lee YK. Editors. Photosynthetic Microorganisms in Environmental Biotechchology. Berlin. Springer.

Grill, E., Winnacker E.L., Zenk, M.H. (1985) : Phytochelatins : The principal heavy metal complexing peptides of higher plant. Science, 230-674.

Hirata. K, Tsujimoto. Y, Namba T., Toshiko Ohta T., Hirayanagi N, Miyasaka H., Zenk M.H., and Miyamoto K., 2001 . Strong induction of phytochelatin synthesis by zinc in marine green alga, Dunaliella tertiolecta, J. Bioscience and Bioscience, 92 (1) 24-29.

Ho, T. Y. 2003, The elemental composition of somb marine phytoplankton. J. Phycol. 39 : 1145 – 1159.

Lannelli MA, Pietrini F, Fiore L, Petrilli L, Massacci A. 2002, Antoxidant response to cadmium in Phragmites australis plants Plant Physiol Biochem 40 : 977-982.

Inthorn D., 2001 Removal of heavy metal by using microalgae. Edited by Hiroyuki Kojima and Yuan Kun Lee, Photosynthetic Microorganisms in Environmental Biotechnology. Springer-Verlag Hong Kong Ltd 2001. 310 : 111-169

Kawakami, S.K, Gledhill M, and Achterberg E.P., 2006, Determination of phytochelatins and glutathione in phytoplankton from natural waters using HPLC with fluorescence detection, TrAc Trends in analtycal chemistry,  25 (2) : 133-142.

Lane T. W., 2005, A cadmium enzyme from a marine diatom. Nature 435, 42

Mercado J.M., Teodora R., dan Dolores C., 2009, Effect of carbonic anhyadrase inhibitors on the inorganic carbon uptake by phytoplankton natural assemblages, J. Phycol, 45, 8 – 15.

Morel FMM, 2005, A cadmium enzyme from a marine diatom. Nature 435, 42

Parsons, T.R., Y. Maita and C.M. Lalli, (1984), A Manual of chemical and Biological Methods for Seawater Analysis Pergamon Press, Ox ford.

Reinfelder, J. R., 2000, Kraepiel, A.M.L & Morel, F.M. M. Unicellular C4 photosynthesis in a marine diatom. Nature 407 996-999.

Robert Perry, 2003, A Guide to the Marine Plankton of southern California, 3rd Edition, UCLA Ocean GLOBE & Malibu High School.

Schat H, Ligany M, Vooijs R, Hartley WJ, Bleeker PM., 2002 The role of phytochelatins in constitutive and adaptive heavy metal tolrances in hyperaccumulator and nonhyperaccumulator metallphytes Journal of Biochemistry, 40 : 577-584.

Schutzendubel A, Schwanz P, Teichmann T, Gross K, Langefeld-Heyser R, Godbold DL, Polle A., 2001, Cadmium-induced changes in antioxidative systems, hydrogen peroxide content, and differentiation in Scots pine roots, Plants Physiol, 127 : 887-898

Seafdec, 1985, Prawn Hatchery design and Operational, Aguaculture Extention Manual No. 9, Aguaculture Department, Tigbauan, Illiolo, Philippines.

Sunda W. G. and S.A Hunstsman, 2000, Effect of Zn, Mn and Fe on Cd accumulation in phytoplankton : Implications for ocanic Cd cyling. Limnol, Ocoanogr.  45 : 1501-1516.

Wang, X., dan R.C.H. Dei, 2001, Effeat of major nutrient addifions on metal uptake in phytoplankton, Environ Pollut, 111 : 233 – 240.

Xu Y, Feng L, Jefrey PD, Shi Y Morel FMM., 2008. Structure and metal exchange in the cadmium carbonic anhydrase of marine diatoms.Nature 452 : 56-61.

Sumper, M. and Brunner, E., 2006, Adv. Funct. Mater., 16.



UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kepada Pimpinan Universitas Hasanuddin yang telah memberikan bantuan pelaksanaan Penelitian melalui DIPA UNHAS 2009.